MENGAPA DIET DETOKS LEBIH BANYAK BAHAYANYA..? #180


Urusan langsing, wanita memang sering tidak masuk akal. Coba saja lihat hasil penelitian yang dimuat di jurnal Obesity ini: satu dari 20 wanita merasa lebih baik memberikan salah satu anggota tubuhnya daripada menderita obesitas. Wah! Maka tak heran kalau mereka yang dianggap kurang rasional ini pun akan dengan mudah percaya pada kekuatan diet detoks.

“Diet ini menjadi terkenal karena banyak orang percaya bahwa itulah solusi cepat untuk menurunkan berat badan,” kata Jennifer Ventrelle, R.D., penasihat nutrisi pada Rush University Medical Center di Chicago.

Resep Bahaya..?

Konsep berpuasa, dalam arti secara drastis mengurangi kalori atau diet cairan, bukanlah hal baru. Detoks di era modern sudah ada sejak tahun 1930-an. Detoks pertama terkenal dengan diet grapefruit (artinya, orang hanya minum jus grapefruit seharian).

Sekarang, kebanyakan diet detoks yang komersial menggembar-gemborkan hal yang tidak sehat. Formulanya berupa kalori dan nutrisi yang sangat minim ditambah beberapa bahan utama (biasanya mengada-ada), yang disebut-sebut mampu melelehkan lemak, seperti cabe merah/rawit atau cuka.

Padahal, tidak ada studi yang mendukung bahwa diet macam ini selama seminggu atau hanya makan satu bahan makanan akan mengeluarkan “racun-racun”. Tubuh Anda bisa mengeluarkan racun sendiri. Itu sebabnya Anda memiliki hati, ginjal, dan sistem pencernaan, ‘kan?

Lebih parah lagi, masih banyak suplemen detoks yang beredar di pasaran, yang tak jelas efeknya (belum lagi tidak terdaftar di BPOM). Bisa jadi berbahaya bagi tubuh kita, terutama jika suplemen tersebut sangat rendah kalori dan menimbulkan efek diuretik. “Potasium dan nutrisi penting lainnya bisa terbilas habis dari tubuh Anda,” kata Jennifer.

Risiko yang Anda hadapi tak sebanding dengan hasil yang didapat. Dengan menjalani diet ekstrem ini, berat badan Anda mungkin akan turun, tapi unsur yang paling banyak hilang justru cairan tubuh. Penurunan tidak bertahan lama, karena berat Anda akan kembali naik begitu Anda mengisi tubuh dengan cairan.

Lebih jauh, jika Anda cek di timbangan khusus, penurunan terjadi karena Anda kehilangan banyak otot, bukan lemak. Tanpa asupan protein yang cukup (diet cairan tak memberi Anda banyak protein), tubuh Anda akan mengambil protein dari sumber paling tersedia, yaitu jaringan otot Anda sendiri.

Kenapa proses ini jadi tidak baik? Karena otot adalah tungku untuk membakar kalori, yang bisa mengenyahkan lemak bahkan pada saat Anda sedang tidak bergerak. Semakin banyak Anda memiliki otot, makin banyak pula kalori yang bisa dibakar. Itu sebabnya, memotong kalori secara dramatis malah bisa memperlambat metabolisme. “Tubuh berpikir bahwa Anda kelaparan dan panik,” jelas Marc Hellerstein, M.D., Ph.D., profesor nutrisi pada University of California di Berkeley. “Metabolisme melambat untuk menjaga otot dan fungsi tubuh lainnya.” Saat Anda kembali makan normal, bobot akan naik lebih cepat dari kalori yang sedikit.

Bantahan Detoks

Tak perlu diragukan, diet detoks memang bisa secara drastis memotong konsumsi kalori Anda. Namun penelitian menemukan bahwa setelah beberapa hari berhemat kalori (bahkan wanita yang sangat kurus pun membutuhkan paling tidak 1.200 kalori), tubuh berhenti memproduksi hormon petumbuhan yang disebut IGF1, dan mengurangi produksi tiroid dan hormon-hormon lain, termasuk kadar insulin. Lama-kelamaan, semua ini akan berujung pada masalah seperti keropos tulang dan gangguan haid.

Bahkan puasa dua hari sekali, sebuah metode yang lahir dari penelitian tahun 2009 yang diterbitkan di The American Journal of Clinical Nutrition, yang disebut bisa bermanfaat bagi pria dan wanita yang obesitas, belum menunjukkan hasil pada orang yang hanya ingin turun beberapa kilo saja.

Ada lagi masalah kualitas hidup. “Saat Anda makan begitu sedikitnya, gairah seksual Anda hilang, Anda merasa letih setiap saat dan selalu lapar,” kata Marc. Lalu, apa baiknya punya tubuh seksi jika Anda tidak punya energi untuk menggunakannya?

Dikutip dari www.womenshealth.co.id

Baca juga Alasan Cewek Mandiri Itu Seksi
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar